Home / Berita / DINASTI SA’UDI SATU TRAH DENGAN YAHUDI

DINASTI SA’UDI SATU TRAH DENGAN YAHUDI

DINASTI SA’UDI SATU TRAH DENGAN YAHUDISikap apatis Negara-negara Arab seperti Mesir, Yordania, khususnya Arab Saudi, mengundang kecurigaan umat Islam. Bagaimana mungkin mereka bungkam menyaksikan pembantaian saudara Muslim yang berlangsung di depan matanya, dilakukan  oleh musuh abadi zionis Israel la’natullah? Penelitian dan Penelusuran seorang  Mohammad Shakher,  yang  akhirnya  dibunuh  oleh  rezim  Saudi  karena temuannya yang menggemparkan ini,agaknya menuntun  kita menemukan jawabnya. (Tidak banyak informasi tentang siapa Mohammad Shaker ini, dan ini bisa saja disebabkan karena ia dibunuh tidak lama setelah informasi ini beredar atau penjegalan informasi mengenai kehidupannya oleh pihak-pihak tertentu yang tidak ingin berita ini tersebar atau atas alasan demi keamanan pihak keluarganya. Namun informasi ini bisa saja merajut benang-benang sejarah tentang berdirinya Kerajaan Saudi tanpa harus  mengesampingan objektifitas dan kevalidan sumber informasinya tersebut).

Shakher  menulis  buku  berjudul ‘Ali Saud min Aina wa Ila Aina?’ membongkar  apa  di balik    bungkamnya penguasa Khadimul Haramaian setiapkali berhadapan dengan konflik Palestina-Israel. Buku ini juga menemukan fakta baru, mengenai asal muasal Dinasti Saudi. Bagaimanakah runut garis  genealoginya? Benarkah mereka berasal dari trah Anza Bin Wael, keturunan Yahudi militan?

Informasi buku ini sangat mencekam sekaligus mencengangkan. Sulit dipercaya, sebuah dinasti yang bernaung di bawah kerajaan Islam Saudiyah bisa melakukan kebiadaban iblis dengan melakukan  pembakaran masjid sekaligus membunuh jamaah shalat yang berada di dalamnya. Jika isi buku yang terbit 3 Rabi’ul Awal 1401 H (1981 M)  ini ‘terpaksa’ dipercaya, karena faktanya yang jelas, maka kejahatan Kerajaan Saudi  Arabia terhadap kabilah Arab dahulu, persis seperti kebuasan zionis Israel membantai rakyat Muslim di Jalur Gaza.

Melacak Asal Dinasti Saudi

Dalam  silsilah  resmi  kerajaan  Saudi  Arabia   disebutkan, bahwa Dinasti Saudi Arabia bermula sejak abad ke dua belas Hijriyah atau abad ke delapan belas  Masehi. Ketika itu, di jantung  Jazirah  Arabia,  tepatnya   di  wilayah  Najd  yang secara historis sangat terkenal,  lahirlah Negara Saudi yang pertama yang didirikan oleh Imam Muhammad bin Saud di  “Ad-  Dir’iyah”,   terletak   di   sebelah   barat   laut   kota Riyadh pada  tahun 1175 H/1744 M, dan meliputi hampir sebagian besar wilayah Jazirah Arabia.

Negara ini mengaku memikul tanggung jawab dakwah menuju kemurnian Tauhid kepada Allah Tabaraka  wa Ta’ala, mencegah prilaku bid’ah dan khurafat, kembali kepada ajaran para Salafus Shalih dan berpegang  teguh kepada dasar-dasar agama Islam yang lurus. Periode awal Negara Saudi Arabia ini berakhir pada tahun 1233 Hijriyah /1818 Masehi.

Periode kedua dimulai ketika Imam Faisal bin Turki mendirikan Negara Saudi kedua pada tahun 1240 H/1824 M. Periode ini berlangsung hingga tahun 1309 H/1891 M. Pada tahun 1319 H/1902 M, Raja Abdul Aziz berhasil mengembalikan kejayaan kerajaan para pendahulunya, ketika beliau merebut kembali kota Riyad yang merupakan ibukota bersejarah kerajaan ini. Semenjak itulah Raja Abdul Aziz mulai bekerja dan membangun serta mewujudkan kesatuan  sebuah wilayah terbesar dalam  sejarah  Arab  modern,  yaitu  ketika  berhasil  mengembalikan  suasana keamanan  dan ketenteraman ke bagian terbesar wilayah Jazirah Arabia, serta menyatukan seluruh  wilayahnya yang luas ke dalam sebuah negara modern   yang   kuat   yang   dikenal dengan nama  Kerajaan Saudi Arabia. Penyatuan dengan nama ini, yang dideklarasikan pada tahun 1351 H/1932 M, merupakan dimulainya fase baru sejarah Arab modern

Raja Abdul Aziz Al-Saud pada saat itu menegaskan kembali komitmen para pendahulunya, raja-raja  dinasti Saud, untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-prinsip Syariah Islam, menebar keamanan dan ketenteraman ke seluruh penjuru negeri kerajaan yang sangat luas, mengamankan perjalanan haji ke Baitullah, memberikan perhatian kepada ilmu dan para ulama, dan membangun hubungan luar negeri  untuk merealisasikan tujuan- tujuan solidaritas Islam dan memperkuat tali persaudaraan di antara seluruh bangsa arab dan kaum Muslimin serta sikap saling memahami dan menghormati dengan seluruh masyarakat dunia.

Di atas prinsip inilah, para putra beliau sesudahnya mengikuti jejak-langkahnya dalam memimpin  Kerajaan Saudi Arabia. Mereka adalah: Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, dan Pelayan Dua Kota Suci Raja Abdullah bin Abdul Aziz.

Dinasti Saudi Trah Yahudi

Namun, di masa yang jauh sebelumnya, di Najd tahun 851 H. Sekumpulan pria  dari Bani Al Masalikh, yaitu trah dari Kaum Anza, yang membentuk     sebuah    kelompok dagang  (korporasi)  yang  bergerak  di bidang bisnis gandum dan jagung dan bahan makananan lain dari Irak, dan  membawanya  kembali  ke  Najd.  Direktur  korporasi  ini bernama Sahmi  bin   Hathlool.  Kelompok   dagang  ini  melakukan   aktifitas  bisnis mereka sampai ke Basra, di sana mereka berjumpa dengan seorang pedagang gandum Yahudi bernama Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe.

Ketika sedang  terjadi  proses  tawar menawar,  Si  Yahudi  itu bertanya  kepada  kafilah dagang  itu.  “Dari manakah anda berasal?”  Mereka menjawab, ”Dari Kaum Anza, kami adalah keluarga Bani Al-Masalikh.” Setelah mendengar nama itu, orang Yahudi itu menjadi gembira, dan mengaku bahwa dirinya juga berasal dari kaum keluarga yang sama, tetapi terpaksa tinggal di Bashra, Irak. Karena persengketaan keluarga antara bapaknya dan ahli keluarga kaum Anza.

Setelah itu, Mordakhai kemudian menyuruh budaknya untuk menaikkan keranjang-keranjang berisi  gandum, kurma  dan  makanan  lain  ke  atas  pundak  unta-unta milik kabilah itu. Hal  ini  adalah  sebuah  ungkapan penghormatan bagi para saudagar Bani Al Masalikh itu, dan menunjukkan  kegembiraannya karena berjumpa saudara tuanya di Irak. Bagi pedagang Yahudi itu, para kafilah dagang merupakan sumber pendapatan, dan relasi bisnis. Mardakhai adalah saudagar kaya raya yang sejatinya adalah keturunan Yahudi yang bersembunyi di balik roman wajah Arab dan kabilah Al-Masalikh.

Ketika  rombongan itu  hendak bertolak ke Najd, saudagar Yahudi itu minta diizinkan untuk ikut  bersama mereka, karena sudah lama dia ingin pergi ke tanah asal mereka Najd. Setelah mendengar permintaan lelaki Yahudi itu, kafilah dagang suku Anza itupun amat berbesar hati dan menyambutnya dengan gembira. Pedagang Yahudi yang sedang taqiyyah alias menyamar itu tiba di Najd dengan pedati-pedatinya. Di Najd, dia mulai melancarkan aksi propaganda  tentang  sejatinya  siapa  dirinya melalui Sahabat-sahabat, kolega dagang dan teman barunya dari keturunan Bani Al-Masalikh tadi. Setelah itu, disekitar Mordakhai, berkumpullah para pendukung dan penduduk Najd. Tetapi tanpa disangka, dia  berhadapan dengan seorang ulama yang menentang doktrin dan fahamnya. Dialah Syaikh Shaleh  Salman  Abdullah  Al-Tamimi seorang  ulama kharismatik  dari  distrik  Al-Qasem. Daerah-daerah yang menjadi lokasi disseminasi dakwahnya  sepanjang distrik Najd, Yaman, dan Hijaz.

Oleh karena suatu alasan tertentu, si Yahudi Mordakhai itu -yang menurunkan Keluarga Saud itu- berpindah dari Al Qasem ke Al Ihsa. Di sana, dia merubah namanya dari Mordakhai menjadi Markhan  bin Ibrahim Musa.  Kemudian dia pindah dan menitip di sebuah tempat bernama Dir’iya yang  berdekatan dengan Al- Qateef. Di sana, dia memaklumatkan propaganda dustanya, bahwa perisai Nabi Saw telah direbut sebagai barang rampasan oleh seorang pagan (musyrikin) pada waktu Perang Uhud antara Arab Musyrikin dan  Kaum  Muslimin.  Katanya,  “Perisai itu telah dijual oleh Arab musyrikin kepada kabilah  kaum Yahudi bernama Banu Qunaiqa’ yang menyimpannya sebagai harta karun.”

Selanjutnya  dia  mengukuhkan  lagi  posisinya  di  kalangan  Arab Badwi melalui  cerita-cerita  dusta   yang menyatakan bagaimana  Kaum  Yahudi  di Tanah Arab sangat berpengaruh dan berhak mendapatkan penghormatan tinggi. Akhirnya, dia diberi suatu rumah untuk menetap di Dir’iya, yang berdekatan Al-Qateef. Dia berkeinginan mengembangkan  daerah  ini  sebagai  pusat Teluk Persia.  Dia kemudian mendapatkan ide untuk menjadikannya sebagai  tapak  atau  batu  loncatan guna mendirikan kerajaan Yahudi di tanah  Arab. Untuk memuluskan cita-citanya itu, dia mendekati kaum Arab Badwi untuk menguatkan posisinya, kemudian secara perlahan, dia mensohorkan dirinya sebagai raja kepada mereka.

Kabilah Ajaman dan Kabilah Bani Khaled, yang merupakan penduduk asli Dlir’iya menjadi risau akan  sepak terjang dan rencana busuk keturunan Yahudi itu. Mereka berencana menantang untuk berdebat dan bahkan ingin mengakhiri hidupnya. Mereka menangkap  Yahudi  itu  dan  menawannya,  namun  berhasil meloloskan diri.

Saudagar  keturunan Yahudi  bernama  Mordakhai  itu  mencari  suaka  di  sebuah ladang bernama Al-Malibed Gushaiba yang  berdekatan dengan Al Arid,  sekarang bernama Riyadh.  Disana  dia  meminta  suaka  kepada pemilik kebun tersebut untuk menyembunyikan dan  melindunginya. Tuan kebun  itu  sangat  simpati  lalu memberikannya  tempat  untuk  berlindung.  Tetapi  tidak  sampai  sebulan  tinggal  di rumah  pemilik  kebun, kemudian Yahudi itu secara biadab membantai tuan pelindungnya bersama seluruh keluarganya.

Sungguh bengis kelakuannya, air susu dibalas dengan air tuba. Mordakhai memang pandai  beralibi,  dia katakan bahwa mereka semua telah dibunuh oleh pencuri yang menggarong rumahnya. Dia juga  berpura- pura  bahwa  dia telah membeli kebun tersebut dari tuan tanah sebelum terjadinya pembantaian tersebut. Setelah merampas tanah tersebut, dia menamakannya Al-Dir’iya, sebuah nama yang sama dengan tempat darimana ia terusir dan sudah ditinggalkannya.

Keturunan Yahudi bernama Mordakhai itu dengan cepat mendirikan sebuah markas dan ajang  rendezvous bernama “Madaffa” di atas tanah yang dirampasnya itu. Di markas ini dia mengumpulkan para pendekar dan jawara propaganda (kaum munafik) yang selanjutnya mereka menjadi ujung tombak propaganda dustanya. Mereka mengatakan bahwa Mordakhai adalah ‘Syaikh’-nya orang-orang  keturunan  Arab yang disegani. Dia menabuh genderang perang terhadap Syaikh Shaleh Salman Abdulla  Al-Tamimi, musuh tradisinya. Akhirnya, Syeikh Shaleh Salman terbunuh di tangan anak buah Mordakhai di Masjid Al-Zalafi.

Mordakhai  berhasil  dan  puas  hati  dengan aksinya.  Dia  berhasil menjadikan  Dir’iya  sebagai  pusat kekuasaannya. Di tempat ini, dia mengamalkan poligami, mengawini puluhan gadis, melahirkan banyak anak yang kemudian dia beri nama dengan nama-nama Arab.

Walhasil, kaum kerabatnya semakin bertambah dan berhasil menghegemoni daerah Dir’iya di bawah bendera Dinasti Saud. Mereka acapkali melakukan tindak kriminal, menggalang beragam konspirasi untuk menguasai semenanjung Arab.  Mereka  melakukan  aksi  perampasan dan penggarongan tanah  dan ladang penduduk setempat, membunuh    setiap orang yang mencoba menentang rencana jahat mereka. Dengan beragam cara dan muslihat mereka melancarkan aksinya. Memberikan suap, memberikan iming-iming wanita dan gratifikasi uang kepada para pejabat berpengaruh di kawasan itu. Bahkan, mereka “menutup mulut” dan “membelenggu tangan” para sejarawan yang mencoba menyingkap sejarah hitam  dan merunut asal garis trah keturunan mereka kepada kabilah Rabi’a, Anza dan Al-Masalikh.

Sekte Wahabi

Seorang sejarawan hipokrit “si raja bohong” bernama Mohammad Amin  al- Tamimi, kepala perpustakaan  Kerajaan Saudi, menulis garis silsilah  keluarga Saudi dan menghubungkan  silsilah  Moordakhai  pada  Nabi  Muhammad  Saw. Untuk kerja kotornya itu, dia dihadiahi uang sebesar 35  ribu pound Mesir dari Kedutaan Arab Saudi di Kairo,  Mesir  pada tahun 1362 H atau 1943 M yang diserahkan secar simbolis kepada dubes Arab Saudi untuk Mesir, yang waktu itu dijabat oleh Ibrahim Al-Fadel.

Seperti yang telah disebutkan sebelum ini, keluarga Yahudi berasal dari  Klan Saud (Moordakhai)  mengamalkan  ajaran  poligami  dengan  mengawini  ratusan wanita arab dan melahirkan banyak anak. Hingga sekarang amalan poligami itu diteruskan praktiknya oleh anak keturunan. Poligami adalah warisan yang harus dijaga dan diamalkan sebagaimana praktik kakek  moyangnya!  Salah  seorang anak Mordakhai bernama Al-Maqaran, di ‘arabkan’ dari keturunan Yahudi (Mack-Ren) dan mendapat  anak bernama Mohamad dan seorang lagi bernama Sa’ud, yang merupakan cikal bakal Dinasti Saud sekarang ini.

Keturunan Saud melancarkan kampanye dan propaganda pembunuhan terhadap ketua-ketua kabilah Arab yang berada di bawah kekuasaannya dan mencap mereka sesat, telah   meninggalkan  ajaran  Al-Qur’an,  dan menyeleweng dari ajaran Islam. JADI MEREKA BERHAK UNTUK DIBUNUH OLEH KELUARGA SAUDI !

Dalam  sebuah  buku  tentang  sejarah  Keluarga  Saudi  hal.  98-101 ahli sejarah keluarga mereka telah mempopulerkan bahwa  Dinasti  Saud mendakwa semua penduduk Najd   adalah  kafir.  Maka  darah  mereka adalah halal, mereka berhak dibantai, harta mereka dirampas, wanita mereka dijadikan budak seks. Seseorang muslim tidak benar benar Muslimnya jika tidak mengamalkan ajaran yang berasal dari MOHAMMAD BIN ABDUL WAHAB.

Ajaran  dan  doktrinnya  memberikan  kuasa  kepada  Keluarga  Saudi  untuk  membumihanguskan  kampung- kampung mereka.  Mereka  membunuh  para  suami  dan  anak-anak,  merampas  para  istri,  menikam  perut wanita  hamil, memotong tangan anak mereka dan kemudian membakar mereka!! Ditambah ‘justifikasi’ doktrin faham wahabi bagi mereka untuk seenak pusernya sendiri membajak dan merampas harta penentang mereka.

Keluarga  Yahudi  ini  telah  melakukan  banyak  kezaliman  dibawah  panji  ajaran  Wahabi  yang  dicipta  oleh Mordakhai untuk menyemai benih kekejaman di hati manusia. Dinasti Yahudi telah melakukan aksi kebiadaban sejak 1163 H. Sampai-sampai mereka telah menamakan semenanjung tanah Arab dengan  nama keluarga mereka (Arab Saudi) sebagai sebuah negara kepunyaan mereka, dan semua penduduk  Arab adalah hamba mereka, bekerja keras untuk kemewahan mereka (Keluarga Saudi).

Mereka   telah   menghak-milikkan   semua   kekayaan negara tersebut sebagai harta pribadi.  Jika  ada yang berani    mengkritik    undang-undang     dan   peraturan buatan “rezim  tangan besi” Dinasti Yahudi tersebut, pihak  penguasa tak segan-segan memenggal kepala pengkritik di depan khalayak. Disebutkan bahwa salah seorang puteri mereka melewati masa liburnya dengan plesiran  ke  Florida,  Amerika  Serikat  bersama  para pembantu dan penasihatnya. Dia menyewa 90 kamar mewah (suite) di Grand Hotel  dengan tariff satu juta dolar  per  malam!!!  Rakyat  yang  mencoba  bersuara memprotes lawatan sang puteri   yang   jelas-jelas menghamburkan  uang Negara akan  di  tembak  mati dan dipenggal kepalanya!

Fakta Menggemparkan !

Sejumlah kesaksian yang meyakinkan bahwa Keluarga Saud merupakan keturunan Yahudi, dapat dibuktikan melalui fakta-fakta berikut ini. Pada tahun 1960-an, pemancar radio “Sawtul Arab” di Kairo, Mesir, dan pemancar radio di Sana’a, Yaman, membuktikan bahwa nenek moyang Keluarga Saudi adalah dari trah Yahudi.

Raja Faisal Al-Saud tidak bisa menyanggah bahwa keluarganya adalah keluarga Yahudi ketika memberitahukan kepada The Washington Post pada tanggal 17  September 1969, dengan menyatakan bahwa: “Kami, Keluarga Saudi adalah keluarga Yahudi. Kami sepenuhnya  tidak setuju  dengan  setiap  penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhannya kepada  Yahudi,  sebaliknya  kita harus  tinggal  bersama mereka dengan damai.  Negeri  kami, Saudi  Arabia merupakan sumber awal Yahudi dan nenek-moyangnya, dari sana menyebar ke seluruh dunia”.

Pernyataan ini  keluar dari  lisan Raja Faisal Al-Saud  bin Abdul Aziz. Hafez  Wahabi, Penasihat  Hukum Keluarga Kerajaan Saudi menyebutkan di dalam bukunya yang berjudul ‘Semenanjung   Arabia’  bahwa Raja Abdul Aziz yang mati tahun 1953 mengatakan :

“Pesan  Kami  (Pesan  Saudi)   dalam  menghadapi oposisi dari suku- suku Arab, kakekku Saud   Awal, menceriterakan saat menawan sejumlah Syaikh dari suku Mathir, dan ketika kelompok lain dari  suku yang sama datang untuk menengahi dan meminta membebaskan semua  tawanannya.  Saud  Awal  memberikan perintah kepada orang-orangnya untuk memenggal kepala semua tawanannya, kemudian mempermalukan dan menurunkan nyali para  penengah  dengan  cara  mengundang  mereka ke jamuan makan. Makanan  yang dihidangkan adalah daging manusia yang sudah dimasak, potongan kepala tawanan diletakkan di atas piring.”

Para penengah menjadi terkejut dan menolak untuk makan daging saudara mereka sendiri. Karena  mereka menolak untuk memakannya, Saud Awal memerintahkan memenggal kepala mereka juga.  Itulah kejahatan yang sangat mengerikan yang telah dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya sendiri sebagai raja kepada rakyat yang tidak berdosa, kesalahan mereka karena menentang terhadap  kebengisannya dan memerintah dengan sewenang-wenang.

Hafez Wahbi selanjutnya menyatakan bahwa, berkaitan dengan kisah nyata berdarah yang menimpa Syaikh suku Mathir, dan sekelompok suku Mathir yang mengunjunginya dalam rangka meminta pembebasan pimpinan mereka yang menjadi tawanan Raja Abdul Aziz Al-Saud bernama Faisal Al-Darwis. Diceriterakannya kisah itu kepada utusan suku Mathir dengan   maksud   mencegah agar mereka tidak  meminta pembebasan pimpinan mereka,  bila tidak, mereka akan diperlakukan sama. Dia bunuh Syaikh  Faisal Darwis dan darahnya dipakai untuk berwudlu sebelum dia shalat.

Kesalahan  Faisal  Darwis waktu itu hanya karena dia mengeritik Raja  Abul  Aziz  Al-Saud. Ketika raja menandatangani dokumen yang disiapkan penguasa Inggris pada tahun 1922 sebagai pernyataan memberikan Palestina kepada Yahudi, tandatangannya dibubuhkan dalam sebuah  konferensi di Al-Qir tahun 1922.

Sistem  rejim  keluarga  yahudi  (Keluarga  Saudi)  dulu  &  sekarang  masih  tetap  sama.  Tujuannya,  untuk merampas kekayaan  negara,  merampok, memalsukan, melakukan semua jenis kekejaman, ke-tidak-adilan, penghujatan dan penghinaan, yang kesemuanya itu dilaksanakan sesuai dengan ajaran Sekte Wahhabi yang membolehkan memenggal kepala orang yang menentang ajarannya.

Wallahu a’lam bis shawab.

(Diterjemahkan secara bebas dari sebuah naskah berbahasa Arab berjudul “Aly Sa’ud, Min Aina? wa Ilaina?” yang ditulis oleh Muhammad Sakher)

Sumber  : fortunecity.com

About admin

Check Also

Bias Berita Penjajahan Israel atas Palestina

“Koran-koran akan membuatmu membenci orang yang tertindas dan bersimpati kepada orang-orang yang melakukan penindasan.” (Malcolm ...