Home / Agama / Thariqat/Tasawwuf / Betapa Buruknya Kita Memperlakukan Allah

Betapa Buruknya Kita Memperlakukan Allah

Malam itu saya dan keponakanku, Shaka, sedang mencoba laptop baru dan kemampuannya berinternet. Sambil telungkup berdua, kami membuka situs Google Earth, sebuah situs yang memberikan layanan melihat globe (bola dunia) dari luar angkasa dan kemudian bisa melakukan zooming (memperbesar gambar) sampai gedung-gedung terlihat jelas.

“Shaka, coba kau cari posisimu di mana saat ini..” ujarku membuka pembicaraan.

“Waaaaah, kita jadi kecil banget ya Om, kalau di lihat dari luar angkasa……” Jawab Shaka sambil sibuk memutar-mutarkan globe bumi di layar laptop dengan jari-jarinya.

“Nah….. ketemu nih, Di sini kan Om ?” jawab ponakanku.

“Benar. Sekarang temukan posisimu di sisi pencipta dunia itu, maksudku temukan posisimu disisi Allah yang menciptakan Dunia itu…” Tanyaku melanjutkan.

Shaka yang baru saja naik kelas dua SMU bulan Juli kemarin terhenyak sejenak. Ia kebingungan menerima pertanyaan tersebut, apalagi menjawabnya.

“Aku tak tahu Om, beritahukanlah padaku. Om kan lebih ngerti…” pinta Shaka.

Seorang Guru Sufi pernah menasehati :

“Jika engkau ingin mengetahui kedudukanmu di sisi Allah, maka tengoklah di sisi mana engkau menempatkan Allah…”

Rasulullah SAW pernah bersabda :

Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaknya memperhatikan bagaimana kedudukan Allah dalam hatinya. Maka sesungguhnya Allah menempatkan / mendudukkan hamba-Nya, sebagaimana hamba itu mendudukkan Allah dalam jiwa (hatinya)”.

Tahukah engkau, sering kali manusia menempatkan Allah di lorong gelap atau sudut-sudut sempit qalbunya. Suatu tempat di mana ia “terpaksa” mendatanginya hanya manakala ia berhajat / berkeinginan. Begitu buruknya Allah diperlakukan.

Aku telah membaca dalam kitab-kitab Allah yang dahulu. Allah telah berfirman : ‘Hai anak adam, taatilah perintah-Ku dan jangan engkau memberitahuku apa kebutuhan yang baik bagimu (Jangan engkau mengajari Ku apa yang terbaik bagimu). Sesungguhnya Aku telah mengetahui kepentingan hamba-Ku. Aku memuliakan siapa yang patuh kepada perintah-Ku, dan menghina siapa saja yang meremehkan-ku. Aku tidak menghiraukan kepentingan hamba-Ku, sehingga hamba-Ku memperhatikan hak-Ku (yakni kewajiban terhadap Aku)’

Tapi tetap saja manusia seringkali hanya memberikan “waktu sisa” kepada Allah. Sering kali juga manusia hanya memberikan sisa-sisa tenaga siang harinya untuk Allah. Semua perlakuan buruk terhadap Allah itu dilakukan dengan alasan kesibukan duniawinya mencari rezeki.

Janganlah engkau seperti itu! Kepada manusia, engkau bersembah sujud, karena berpikir manusia itulah yang memegang gajimu. Dan karena itu, engkau abaikan Sang Pemberi Rezeki. Padahal rezekimu yang berada di sisi Allah adalah lebih pasti, dibandingkan dengan rezeki yang sudah ada di genggaman tanganmu.

Janganlah engkau mengadukan kebutuhanmu kepada selain Allah, sebab Dia-lah yang mencukupi segala kebutuhanmu. Bagaimanakah mungkin mengadukan kepada selain Allah untuk mencukupi kebutuhanmu, padahal Allah-lah yang mencukupinya. Dan bagaimana mungkin orang yang tak cukup kuat mencukupi kebutuhannya sendiri (orang yang menggajimu), dapat mencukupi kebutuhan orang lain? Dia sendiri masih mengandalkan rezekinya kepada Allah.

Tidakkah engkau heran, bahwa banyak manusia yang mencoba berlari dari Allah. Meninggalkan Allah untuk kepentingan dirinya sendiri dan kepentingan duniawinya.

Sungguh aku tak habis pikir jika melihat ada orang yang selalu menghindar dari sesuatu yang sangat dibutuhkannya. Namun justru mereka mencari sesuatu yang selain-Nya, padahal ia tidak bisa lepas daripada-Nya (Allah)

Masih untung, Allah berbaik hati tidak memutuskan rezekinya padamu, setelah semua perlakuan burukmu kepada-Nya. Belumkah tiba saatnya bagimu untuk bersyukur ?

Sungguh, semua itu terjadi bukan karena butanya penglihatan, melainkan karena butanya pandangan batin di dalam dada. Karena itu Allah mendatangkan ilham spiritual kepadamu untuk menyelamatkanmu dari hal-hal duniawi dan membebaskanmu dari segala makhluk.

Engkau menjadi orang merdeka atas segala yang engkau kesampingkan, dan menjadi budak dari apa saja yang kau inginkan. Jika dunia yang kau cintai, maka engkau menjadi budak dunia dan mengesampingkan Allah. Sementara jika engkau mencintai Allah, maka engkau menjadi hamba Allah yang baik dan mengesampingkan dunia. Karena itu, keluarlah, keluarlah, keluarlah, anakku, dari kungkungan wujudmu menuju cakrawala luas pandangan batinmu….

Nah, kembali ke perlakuan buruk kepada Allah. Janganlah sekali-kali kau perlakukan Allah dengan sedemikian buruk. Tidak tahukan engkau siapa Allah ?

Bacalah kembali QS Al An’am : 91

Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya…

Di dalam sebuah tafsir dijelaskan bahwa ayat tersebut bermakna “Mereka tidak mengenal Allah (me-makrifati Allah) sebagaimana seharusnya Dia dikenal.”

Mungkin inilah arti sabda Nabi SAW : “Aku tak bisa memuji-Mu sepenuhnya” (HR. Baihaqi)

Jika pujian seorang Rasul saja tidak dapat menggenapkan hak-hak Allah atas dirinya, maka apalah artinya pujianmu sebagai manusia biasa. Tidak kah kau merasa keterlaluan jika seorang manusia tidak memuji Allah, bahkan malah membuangnya ke sudut-sudut gelap lorong hatinya ?

Seorang sahabat Nabi, Afudhail bin Iyaadh ra., pernah berkata :

“Sesungguhnya seorang hamba dapat melakukan taat ibadat kepada Allah, hanya menurut kedudukannya di sisi Allah, atau menurut perasaan imannya terhadap Allah, atau kedudukan Allah di dalam hatinya. Jika engkau beranggapan bahwa Allah adalah segalanya, seyogyanya engkau membiarkan Allah ME-RAJA-I di dalam qalbumu, bukan membuang-Nya di sudut gelap hatimu.

Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu, agar engkau dapat mengenal-Nya, menghormati-Nya, dan menempatkan-Nya pada posisi yang sepantasnya di dalam qalbumu. Amin Ya Robbal ‘Alamin…”

**********

Mendekatlah Padaku Untuk Mendekat Sebelum Aku Paksa Tuk Mendekat

Siapa tidak mendekat kepada Allah gara-gara halusnya kebaikan yang Dia berikan, maka ia akan diseret (supaya mendekat) dengan rantai cobaan” [Syaikh Ibnu Araby menulis dalam kitabnya ‘Al-Hikam’]

Seorang Guru Sufi Menasehati :

Anakku, Allah Maha Pengasih dalam segala suasana kepada hamba-Nya. Allah ingin agar hambanya menjadi orang yang shaleh dengan mendekatkan diri kepada-Nya. Maka diberikanlah rezeki kepada hamba-Nya dengan halus agar dia menyadari hadirnya rezeki dari Allah kemudian si hamba akan mendekat dan bersyukur. Rezeki bisa berbagai macam bentuknya, dapat berupa uang, keluarga (anak istri suami), pangkat, jabatan, karier,dan sebagainya.

Serta diberikan-Nya kesehatan secara gratis, agar si hamba mendekatkan diri dan menyukurinya.

Sayang tak semua bisa sadar akan hal itu. Kadang kesehatan berlangsung lama, rezeki melimpah, tetapi hal tersebut tak sanggup mengetuk hatinya untuk bersyukur dan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maka jadilah ia orang yang tidak sadar akan kasih sayang Allah.

Sama halnya seperti orang yang bermimpi, ia tidak pernah sadar dirinya tidur. Kadang orang harus dibangunkan agar ia sadar dari mimpinya. Maha suci Allah dengan Al Latif-Nya (maha halus) sehingga kebaikan-kebaikan-Nya mengalir deras dengan sangat halus sehingga tak terasa oleh hamba-Nya.

Betapa tidak, bukankah manusia sering lupa kenikmatan tidur, sampai tidur tersebut harus dibeli berupa obat tidur, dan bukankah manusia sering lupa nikmatnya garam, sampai larangan dokter mencegahnya, atau sampai makan pun harus ditakar dan dibatasi jenisnya.

Tetapi, walau demikian, kasih sayang Allah begitu besar kepada hamba-Nya. Karena itu jika peringatan berupa kenikmatan kesehatan dan rezeki gagal membawa si hamba untuk mendekatkan diri kepada-Nya, maka Allah akan memakai cara lain, yaitu melalui bala’, bencana dan musibah yang bisa berbagai macam bentuknya.

Biasanya dengan cara ini manusia relatif dengan cepat menyadari kesalahannya dan kemudian secara cepat mendekatkan dirinya kepada Allah.

Tidak kah kau lihat anakku, ketika laut memperlihatkan keperkasaannya berupa tsunami, ketika bumi menggeliat dengan gempa 7 skala richter, dan ketika merapi mulai terbatuk-batuk. Maka seluruh manusia tersentak, bangun dari tidur lelapnya. Kepal-kepal tangan mulai terbuka, menjadi tangan yang memberi dan menerima. Kepala dan wajah mulai tengadah ke atas, dan doa-doa mulai membumbung ke langit.

Kenanglah kalimat ini anakku, siapa yang tidak suka menghadap (mendekat) kepada Allah dengan halusnya pemberian karunia Allah, maka ia akan diseret supaya ingat kepada Allah dengan rantai ujian (bala’)

Siapa yang tidak suka dan tidak sadar dzikir kepada Allah ketika sehat wal’afiat dan murah rezeki, maka akan dipaksa supaya berdzikir / ingat kepada Allah dengan tibanya bala’ bencana dan musibah.

Maka dalam kedua hal itu Allah berkenan akan menuangkan nikmat karunia yang sebesar-besarnya kepada hamba-Nya, yaitu kenikmatan memiliki keinginan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Nah Anakku, lihatlah, sebagian orang di bawa mendekati Allah dengan mudah, sedangkan sebagian yang lain di bawa mendekat kepada Allah dengan berdarah-darah.

Allah Maha Pengasih dalam segala situasi. Seruan-Nya muncul melalui bisikan yang halus dan lemah lembut maupun lewat sakit dan musibah.

Anakku, semoga engkau termasuk kepada golongan hamba yang bersyukur dan mendekatkan diri kepada-Nya sehingga Allah tak perlu menurunkan ujian bala bencana, sakit ataupun musibah untuk menyadarkanmu. Amin Ya Allah…

La Hawla Wala Quwwata Ilabillah
Tiada Daya Kekuatan Kecuali Dari Allah

Laa ma’buda illa allah
Tiada yang disembah kecuali Allah

Laa ma’suda illa allah
Tiada yang dituju kecuali Allah

Laa maujuda illa allah
Tiada yang maujud (berwujud) kecuali Allah

Ilahi, anta maksudi
Tuhanku, hanya engkau tujuanku,

Waridhokamatlubi
Dan hanya ridloMulah yang kucari,

A’tini mahabbataka wama’rifataka
Limpahkan Cinta dan Ma’rifatMu kepadaku

Laa ilaha illa allah
Tiada Tuhan kecuali Allah

Allahu Allah…
Allahu Allah…

(Vicky Robiyanto)

About admin

Check Also

Hakikat Fitrah

“Pengetahuan manusia akan keberadaan Tuhannya adalah kesadaran fitri. Meski kerap kali kesadaran itu “tergantikan” oleh ...