Home / Agama / Thariqat/Tasawwuf / Bahagia dalam Perspektif Psikologi dan Tasawuf

Bahagia dalam Perspektif Psikologi dan Tasawuf

Kebahagiaan merupakan dambaan setiap insan, bahkan kaum beragama mendambakan kebahagiaan dan kebaikan tidak saja di dunia, tetapi juga di ahirat. Tetapi kenyataan sering menunjukkan cukup banyak orang yang bahagia dan cukup banyak pula yang tidak bahagia hidupnya. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda, bahkan ada orang-orang yang merasa bahagia dan ada juga yang tak bahagia padahal mereka hidup di suatu lingkungan sama.  Apa artinya? Artinya kebahagiaan tidak berkaitan dengan latar belakang usia, jenis seks, kekayaan, rumah tangga, pendidikan dan kondisi lingkungan. Jadi siapa pun bisa berbahagia dan bisa juga menjadi tak bahagia.

Ada dua sudut pandang mengenai hidup bahagia yakni sudut pandang agama dan sudut pandang psikologi. Sudut pandang agama, khususnya Tasauf Islam,  pada dasarnya menyatakan bahwa kebahagiaan hakiki diperoleh bila kita senantiasa dekat dan mendekatkan diri kepada Maha Pemilik dan Maha Sumber segala Kebahagiaan yaitu Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Caranya dengan mengikuti, menaati dan menerapkan sebaik-baiknya tuntunan agama dalam kehidupan sehari-hari, karena agama banyak memberi petunjuk mengenai asas-asas dan cara-cara meraih keselamatan dan kebahagian di dunia dan di ahirat.  Dan agama pun mengajarkan bahwa manusia mampu meraih kebahagiaan, asalkan ia berusaha mengubah keadaan diri mereka menjadi lebih baik. Dalam pandangan agama Islam, manusia benar-benar mampu mengubah nasibnya sendiri (“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ” (Q.S. al-Ra’ad/13: 11) .

Di lain pihak tinjauan psikologi menunjukkan bahwa kebahagiaan (happiness) merupakan hasil sampingan (by product) atau ganjaran (reward) atas keberhasilan meraih hal-hal yang penting dan bermakna bagi seseorang. Apa yang penting dan berharga bagi seseorang? Sangat bersifat pribadi dan unik, artinya setiap orang memiliki dambaan khusus yang berlainan satu sama lain, seperti kekeluargaan, persahabatan, pendidikan, pekerjaan, tugas sosial, prestasi atau prestise, harta dan kekayaan, kesehatan dan kebugaran, ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai-nilai luhur dan hal-hal yang bersifat rohaniah.

Seperti halnya agama, psikologi pun mengakui bahwa setiap manusia mampu menentukan dan mengubah kondisi hidupnya. Manusia dijuluki “the self determining being” yakni mahluk yang mampu menentukan hidupnya menurut apa yang dianggap sesuai dan terbaik baginya.

TINJAUAN PSIKOLOGI ATAS KEBAHAGIAAN

Kita akan menyimak pandangan seorang pakar psikologi humanistik (dan psikiatri eksistensial) bernama Viktor Frankl (1905 – 1997). Ia seorang keturunan Yahudi asal Wina, Austria, yang selamat dari empat kam-konsentrasi kaum Nazi (Dachau, Maidek, Treblinka, Auschwitz) pada waktu Perang Dunia II dan pendiri aliran Logoterapi. Sesuai dengan akar kata logos yang berarti makna, Logoterapi menyatakan bahwa dambaan, hasrat, tujuan utama setiap manusia adalah kehidupan yang bermakna (meaningful life). Artinya setiap orang (normal) menginginkan dirinya berharga, penting, bermartabat dan berarti bagi dirinya sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat dan berharga di mata Tuhan. Being Somebody, istilah psikologinya. Bila hal itu dapat diraih, ganjarannya adalah rasa bahagia atau kebahagiaan. Jadi dalam tataran psikologi, kebahagiaan tidak begitu saja diperoleh, tetapi menuntut upaya lebih dahulu untuk meraih hidup bermakna.

Unsur-unsur Hidup Bermakna

Dalam pandangan Logoterapi sekurang-kurangnya ada 7 (tujuh) unsur penting yang saling terkait dalam upaya mengembangkan hidup yang bermakna yakni: Hasrat untuk Hidup Bermakna, Makna Hidup, Metode Menemukan Makna Hidup, Gambaran Hidup Bermakna/Bahagia, Keteladanan, Asas-asas Sukses dan Do’a.

Hasrat untuk Hidup Bermakna

Setiap orang senantiasa menginginkan dirinya menjadi orang yang berguna dan berharga bagi dirinya sebdiri, keluarga, lingkungan kerja dan masyarakat sekitar, bahkan berharga di mata Tuhan. Ayah dan ibu misalnya ingin menjadi orang tua yang mengasihi, dikasihi dan dihormati seluruh keluarganya, serta mampu menjalankan dengan sebaik-baiknya fungsinya sebagai orang tua. Sebaliknya bila ia seorang anak tentu ia ingin menjadi anak  berbakti yang dikasihi dan menjadi kebanggaan keluarga. Dan setiap orang pasti menginginkan bagi dirinya suatu cita-cita dan tujuan hidup penting yang  akan diperjuangkannya dengan penuh semangat, sebuah tujuan hidup yang menjadi arahan segala kegiatannya.

Sebaliknya ia tidak menginginkan dirinya menjadi orang yang hidup tanpa tujuan, sehingga ia sendiri menjadi bingung karena tak terarah dan tidak mengetahui apa yang akan dilakukannya. Itulah sekelumit gambaran mengenai hasrat manusia diantara sekian banyak keinginan lainnya yang bila direnungkan ternyata menggambarkan hasrat yang paling mendasar dari setiap orang yaitu hasrat untuk hidup bermakna.4 Keinginan untuk hidup bermakna benar-benar merupakan motivasi utama setiap manusia. Hasrat inilah yang memotivasi setiap orang melakukan berbagai kegiatan -seperti kegiatan bekerja dan berkarya- agar kehidupannya dirasakan berguna, berharga dan bermakna.

Makna Hidup

Makna Hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan hidup. Makna hidup sering dinamakan juga nilai atau hikmah kehidupan yakni kebajikan dan manfaat besar yang terkandung dalam berbagai peristiwa dan pengalaman hidup, baik yang menyenangkan maupun yang tak menyenangkan. Bila nilai-nilai dan hikmah kehidupan itu telah disadari dan berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia. Contohnya, seorang ibu yang mengasihi anaknya akan merasa senang dan bahagia bila berhasil memberikan sesuatu yang telah lama diinginkan anaknya.

Makna hidup atau hikmah kehidupan terdapat dalam kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Ungkapan-ungkapan sehari-hari seperti “Makna dalam Derita” (Meaning in Suffering) atau “Hikmah dalam Musibah” (Blessing in Disguise) menunjukkan bahwa dalam penderitaan sekalipun makna dan hikmah kehidupan tetap dapat ditemukan.

Sumber-sumber Makna Hidup

Dalam kehidupan ini sekurang-kurangnya ada empat hal yang dianggap sebagai sumber makna hidup, karena dalamnya dapat ditemukan berbagai hikmah kehidupan yang menyebabkan hidup bermakna apabila hal itu berhasil dipenuhi. Keempat sumber makna hidup itu adalah:

  1. Karya: kegiatan bekerja, mencipta, serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggungjawab serta berbuat kebajikan bagi orang lain dan diri sendiri.
  2. Penghayatan: keyakinan dan penghayatan atas nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan cinta kasih.
  3. Sikap: menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tak mungkin dihindari lagi -seperti sakit yang tak dapat disembuhkan, kematian orang yang dikasihi- setelah berbagai upaya untuk mengatasinya telah dilakukan secara optimal tetapi tetap tak berhasil.
  4. Harapan: keyakinan akan terjadinya perubahan yang lebih baik dan bermanfaat pada waktu mendatang.

Sekalipun makna hidup ini dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri dan setiap orang dewasa (seharusnya) mampu menemukannya sendiri, tetapi dalam kenyataannya hal itu tidak selalu mudah ditemukan. Makna hidup biasanya tersirat dan tersembunyi dalam kehidupan, sehingga perlu dipahami metode dan cara-cara menemukannya.

Metode Menemukan Makna Hidup

Di bawah ini diajukan 5 (lima) metode menemukan makna hidup, yakni:

1. Pemahaman Diri: Mengenali berbagai kekuatan dan kelemahan diri sendiri (dan lingkungan), baik yang masih merupakan potensi maupun yang telah teraktualisasi. Dan makna hidup dan hidup yang bermakna diperoleh bila kekuatan-kekuatan itu berhasil dikembangkan dan kelemahan-kelemahan dihambat dan dikurangi;

2. Bertindak Positif: Bertindak positif merupakan kelanjutan dari berpikir positif. Artinya, mencoba melaksanakan dalam perbuatan nyata: niat baik, pikiran-pikiran positif dan hal-hal yang dianggap bermanfaat. Makna hidup dan hidup yang bermakna akan benar-benar terjadi bila hal-hal positif itu terperangai dan dibiasakankan dalam kehidupan sehari-hari;

3. Pengakraban Hubungan:  Secara sengaja meningkatkan hubungan yang baik dengan pribadi-pribadi tertentu (misalnya anggota keluarga, tetangga, teman, rekan kerja), sehingga masing-masing merasa saling menyayangi, saling mempercayai, saling membutuhkan, dan bersedia bantu-membantu. Dalam keakraban, persahabatan, persaudaraan dan silaturahim itulah makna hidup dan hidup yang bermakna benar-benar terwujud;

4. Pemenuhan sumber-sumber makna hidup: Berupaya untuk mendalami, memahami, menjabarkan dan memenuhi keempat sumber makna hidup yaitu: Karya, Penghayatan, Sikap dan Harapan. Makna hidup dan hidup yang bermakna akan diperoleh bila kita berhasil merealisasi keempat sumber makna hidup tersebut dalam kehidupan sehari-hari;

5. Ibadah: Mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cara-cara yang diajarkanNya. Bentuk ibadah yang paling sederhana tetapi merupakan inti ibadah adalah doa. Dengan beribadah dan berdoa, kita merasa tenteram dan terbimbing tindakan-tindakan kita. Menghayati kedekatan dengan Sang Pencipta akan mengembangkan penghayatan hidup yang sangat bermakna.

Gambaran Hidup Bermakna dan Bahagia

Hidup bahagia adalah kehidupan yang menyenangkan, penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dan cemas. Hal ini antara lain ditandai oleh hubungan antar pribadi (khususnya hubungan keluarga) yang penuh keakraban, rukun dan saling menghormati dan menyayangi, bantu membantu dalam kebajikan, melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan karya-karya bermanfaat, memiliki tujuan hidup yang jelas, meningkatkan cara berpikir dan bertindak positif, serta berupaya secara optimal untuk mengembangkan potensi dirinya (fisik, mental, sosial, spiritual) dan orang lain. Orang-orang yang bahagia memiliki kepribadian sehat – antara lain ditandai oleh tubuh yang sehat, otak cemerlang, akhlak luhur, sikap tegas, perasaan lembut, keyakinan yang mantap, dan luwes dalam pergaulan- yang tentu saja menjadi idaman setiap orang. Orang-orang berbahagia adalah mereka yang pandai bersyukur dan ingin agar orang-orang lain pun dapat meraih kebahagiaan seperti diri mereka. Kehadiran orang yang berbahagia biasanya “menularkan” rasa bahagia pula pada orang-orang yang bersamanya.

Keteladanan

Dalam proses pengembangan pribadi dan meraih cita-cita diperlukan role model yaitu pribadi tertentu yang dikagumi dengan perilaku, sikap, sifat, prestasi dan nilai-nilai hidupnya layak diteladani. Proses ini sebenarnya terjadi sejak awal saat anak-anak meniru tingkah laku dan penampilan orang tua, saudara, teman, dsb. Berbeda dengan anak-anak (dan remaja) yang sering meniru-niru tampilan fisik, pada orang-orang dewasa yang diteladani dan diambil alih adalah nilai-nilai hidup yang ada pada tokoh teladan itu.

Asas-asas Sukses

Seperti halnya Hukum Gravitasi yang berlaku abadi dialam fisik terdapat banyak sekali hukum dan asas-asas keberhasilan hidup.  Skip Ross,  seorang ahli psikologi mengemukakan 10 prinsip sukses yang diyakininya dan telah diuji coba sendiri dan terbukti berhasil.  Lima diantara ke 10 asas itu adalah sbb.

1. Asas Memberi. Kalau kita memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tulus, satu saat kita akan menerimanya kembali berlipat ganda entah dari mana datangnya. Ini berlaku tidak saja untuk materi tetapi juga non materi. Bila kita memberikan penghargaan atau pujian kepada seseorang maka pada suatu saat kita akan menerima hal serupa lebih banyak dan lebih baik. Oleh karena itu biasakan memberikan hal-hal yang baik kepada orang-orang lain;

2. Asas Menyingkirkan. Singkirkan hal-hal yang tidak kita inginkan untuk memberi peluang berkembangnya hal-hal yang kita inginkan. Tentu saja hal ini berlaku pula untuk kebiasaan dan sifat-sifat buruk. Usahakan untuk mengurangi/ menghilangkan sifat dan kebiasaan-kebiasaan buruk kita, karena lambat laun akan digantikan dengan hal-hal positif yang berkembang dalam  diri kita, sadar ataupun tidak sadar;

3. Asas Ucapan. Apapun yang anda ungkapkan secara lisan akan benar-benar terjadi. Seperti halnya imajinasi ucapanpun mempunyai kekuatan untuk mewujudkan apa yang diucapkan (baik atau buruk). Oleh karena itu hati-hatilah dengan ucapan. Singkatnya selalu ucapkan yang baik-baik saja;

4. Asas Antusias. Mencurahkan segenap daya dan upaya terhadap setiap kegiatan yang dilakukan. Antusiasme memancarkan semangat dan semangat akan mempercepat diraihnya hal-hal yang besar.  Antusias sebenarnya merupakan sikap mental dan cara hidup yang terpancar dari wajah, sinar mata, cara bicara dan gerak gerik yang penuh semangat. Antusiasme sulit untuk diajarkan tetapi dapat ditularkan. Seorang yang antusias akan menarik orang-orang lain untuk bersemangat pula;

5. Asas Kegigihan. Melakukan sesuatu terus menerus sampai tuntas sekalipun banyak mengalami rintangan dan penolakan. Persistensi adalah ketekunan dan kegigihan serta sikap mantang menyerah.

Proses Pengembangan Hidup Bermakna

Atas dasar unsur-unsur tersebut, seseorang yang ingin mengembangkan kehidupan yang bermakna perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, memantapkan niat untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih bermakna dan menyadari potensi diri, antara lain kemampuan untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih baik, serta memiliki gambaran jelas mengenai kualitas hidup yang diidam-idamkan. Kemudian, memahami makna dan sumber-sumber makna hidup, mengetahui cara-cara menemukannya, serta secara sadar mengarahkan diri pada citra diri yang diidam-idamkan dengan keteladanan yang jelas. Dan menerapkan Asas-asas Sukses dalam melaksanakan semuanya serta tidak lupa untuk senantiasa berdo’a dan beribadah kepada Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang agar kehidupan ini senantiasa dipenuhi keberkatan yang melimpah ruah ke sekitarnya. Keberhasilan mengembangkan hidup yang bermakna itu akan menimbulkan kebahagiaan tersendiri pada para pelakunya.

KEBAHAGIAAN DALAM PANDANGAN TASAUF

Telah dijelaskan bahwa  kebahagiaan dalam pandangan agama diperoleh dengan jalan mendekatkan diri pada Allah SWT sebagai Maha Pemberi Kebahagiaan melalui ibadah dan cara-cara yang diajarkanNya. Dalam hal ini Tasauf Islam sebagai dimensi ihsan dalam Agama Islam yang terutama mengolah daya-daya ruhani manusia dalam proses mendekatkan diri pada Allah SWT tentu mengembangkan pula cara-cara mendekatkan diri secara ruhaniah kepadaNya. Sekalipun pengetahuan mengenai ruh ini sedikit sekali diberikanNya kepada manusia, tetapi dari yang sedikit itu Tasauf Islam dapat menggambarkan karakteristik ruh antara lain sebagai berikut:

  • Ruh berasal dari Tuhan, dan bukan berasal dari tanah atau bumi.
  • Ruh adalah unik, tak sama dengan akal budi, jasmani dan jiwa manusia. Ruh yang berasal dari Allah SWT itu merupakan sarana pokok untuk munajat kepadaNya.
  • Ruh tetap hidup sekalipun kita tidur atau tak sadar, bahkan mati.d.Ruh dapat menjadi kotor dengan dosa dan noda, tetapi dapat pula dibersihkan dan menjadi suci.
  • Tasauf mengikutsertakan ruh dalam beribadah kepada Tuhan.
  • Tasauf melatih untuk menyebut Kalimah Allah tidak saja sampai pada taraf kesadaran lahiriah, tetapi juga tembus ke dalam alam ruhaniah di atas alam sadar. Kalimah Allah yang termuat dalam ruh pada gilirannya dapat membawa ruh itu sendiri ke alam ketuhanan.
  • Ruh diciptakan jauh sebelum manusia dilahirkan, berfungsi selama manusia hidup, dan setelah meninggal ruh akan pindah ke alam baqa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya selama ia hidup ke hadlirat Tuhan. Jadi ruh itu ada dalam diri manusia, tetapi tak-kasatmata (invisible) karena sangat halus dan gaib sifatnya. Selain itu dimensinya jauh lebih tinggi dari alam pikiran, dan tahapannya pun di atas alam sadar (Super-conscious). Ruh ini bukan sembarang ruh, melainkan ruh yang sangat tinggi, indah dan lembut yang dikurniakan Allah kepada manusia melalui “hembusanNya” (QS. Al-Sajadah, 32: 9).

Gambaran Umum mengenai Tasauf

Tasauf sebagai salah satu pilar Al Islam sejauh ini paling banyak membahas dan mengolah ruhani manusia dengan tujuan antara lain agar manusia mampu mengembangkan akhlak yang baik serta senantiasa berusaha hidup dalam bimbingan dan keridhaanNya. Bagaimana metode Tasauf untuk meningkatkan derajat ruhani manusia antara lain dapat diketahui dari kegiatan pengamalan-pengamalannya  di berbagai “padepokan” tasauf. Bila kita cermati kehidupan di setiap perguruan tasauf biasanya terjadi kegiatan sebagai berikut:

Seorang ulama ahli tasauf (dibantu para asistennya) mengajarkan dan melatih murid-murid mempelajari dan mengamalkan agama pada umumnya, dan secara husus menggalakkan dzikrullah (dan wiridan-wiridan nawafil lainnya) didasarkan pada sistem tarekat yang dikembangkan di perguruan itu. Dengan demikian kegiatan tasauf sekurang-kurangnya melibatkan empat unsur yakni: Mursyid, Murid, Tarekat, dan Amalan.  Sederhana sekali, tetapi di balik kesederhanaan itu terdapat kegiatan olah-ruhani yang sangat tinggi, halus, dan mendasar dalam menghampirkan ruhani manusia kepada Sang Pencipta dengan jalan mengikuti jejak ruhaniah Rasulullah SAW.

Pilar-pilar Tasauf

Sehubungan dengan itu kerangka pikir tasaufi adalah sebagai berikut: Muhammad Rasulullah SAW tentu dikurniakan Allah SWT sarana  hubungan gaib denganNya. Sarana ini disebut washilah yang tidak lain adalah Nur Ilahi atau Nuurun alan Nuurin (QS. An Nuur: 35),  dan dengan demikian Nabi Muhammad SAW adalah pembawa washilah (the washilah carrier).  Washilah ini diajarkan dan diwariskan beliau kepada para sahabat utama ahli ruhani, dan dari sana diturunkan pula dari jaman ke jaman kepada para aulia akbar yang dalam dunia tasauf lazim disebut para ahli silsilah.

Dengan demikian beliau-beliau pun berfungsi sebagai pembawa washilah untuk diajarkan kepada kaum muslimin dan muslimat melalui metode tasauf yang tujuannya tak lain adalah untuk meraih RidhaNya.  Di sisi lain terdapat manusia-manusia dengan segala duka-nestapanya yang senantiasa mendambakan kebahagiaan hidup lahiriah dan ruhaniah yang senantiasa terbimbing dalam RidhaNya. Dalam hal inilah Tasauf di bawah kepemimpinan Al Mursyid  menawarkan metodologi (thariqatullah) bagaimana ruhani kita Insya Allah berimam-tahkik kepada Arwahul muqaddasah Rasulullah SAW guna mendapat kurnia washilah dalam rangka mendapatkan RidhaNya.

Perlu dijelaskan bahwa  pemikiran tasaufi ini samasekali tidak mengubah sezarah pun asas-asas dan aturan akidah dan syariah Islam yang sudah settled, tetapi menjelaskan secara ilmiah metafisika bagaimana peranan Washilah (Nuurun alan Nuurin) sebagai salah satu “pintu menuju Tuhan” dalam proses munajat kepada Allah SWT.

Dalam ini Tasauf Islam di bawah kepimpinan Al Mursyid mengajarkan agama Islam secara menyeluruh (kaaffah) dan dengan metode tarekatnya melatih dan menggalakkan dzikrullah guna mengembangkan akhlak mulia, meningkatkan kekhusyukan ibadah, dan meningkatkan amal shaleh. Dan dalam naungan Ridha Allah SWT, syafaat Rasulullah SAW dan karomah para Aulia Pembawa Washilah serta bimbingan Al Mursyid dambaan kebahagiaan hakiki Insya Allah dapat diraih.

Drs. Hanna Djumhana Bastaman, M Psi, FORDIBA Sawangan, 20 Mei 2008

 

About admin

Check Also

Penentuan Khasiat Suatu Wirid dalam Pandangan Islam

“Rasulullah belum pernah mengajari fungsi al-Fatihah sebagai ruqyah, namun seorang sahabat berinisiatif sendiri atau dengan ...